Kumpulan Cerita Sex 2018 - Tidurku yang tak nyaman karena dilanda mimpi buruk, terasa makin tak
nyaman karena nafasku tiba tiba terasa sesak, dan tubuhku seperti
terhimpit sesuatu. Rasanya aku tidak mengidap penyakit asma. Namun
selangkanganku terasa enak Dan nikmat, seperti ada penis yang mengaduk
vaginaku.
Belum lagi rasanya payudaraku diremas lembut, membuatku perlahan
tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan yang
membuatku terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih belum sadar
betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang menyetubuhiku,
membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu berat
buat cewek mungil sepertiku. “Lho Non Eliza, katanya mulai kemarin saya
boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku. Aku langsung sadar,
teringat kemarin memang aku menjanjikan hal ini. “Tapi bukan gini
caranya Wan! Masa aku lagi tidur kamu ajak beginian.
Nggak sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum sadar benar, bangun
bangun ada orang lain di kamarku, kukira aku sedang diperkosa rampok
tau!”, kataku ketus. Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar omelanku,
Wawan terdiam. Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak mengendur
sedikitpun. Aku menghela nafas panjang, lalu berkata “Ya sudah, cepat
lanjutkan. Mana kamu ini lama lagi kalau main. Oh tunggu!!”, tiba tiba
aku teringat dan menurunkan volume suaraku, “Gila kamu ya Wan, kakakku
mana??”. Wawan cengengesan dan berkata, “tenang Non, liat ini jam
berapa? Kakak non sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya sudah
tidak tahan untuk bermain lagi dengan non nih”. Oh.. aku sedikit lega,
dan melihat jam, yang ternyata sudah jam 08:15 pagi. “Lalu, sejak jam
berapa kamu nggghh… ” belum selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai
menggenjotku dengan tak sabar, hingga aku melenguh, keenakan.
“Oh..Wan… kamu…”, desahku nikmat. Wawan tersenyum penuh
kemenangan, membuatku sedikit jengkel juga, tapi hanya sebentar, karena
rasa nikmat langsung melandaku ketika Wawan mengulangi gayanya kemarin,
ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri. Penis yang amat kokoh itu
langsung terbenam begitu dalam, membuatku melenguh lenguh. Bukan hanya
karena takut, tapi juga tak ingin penis itu lepas dari vaginaku,
membuatku tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya.
Rasanya tusukan penis itu semakin dalam, dan aku yang sudah melingkarkan
tanganku ke lehernya supaya tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut
bibirnya penuh nafsu tak perduli dengan wajahnya yang amburadul.
Terakhir aku minum obat anti hamil adalah ketika aku digangbang
di ruang UKS 2 hari yang lalu, tapi aku tak kuatir hamil, sebab kini aku
sedang bukan dalam masa subur. Aku sudah tak lagi punya niat untuk jual
mahal, karena rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku benar
benar menghancurkan akal sehatku. Wawan terus memompa vaginaku sambil
berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga duga ke mana ia
mau membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku. Bajuku masih
melekat, walaupun tanpa bra. Aku memang tak pernah tidur dengan memakai
bra. Tapi celana panjangku dan celana dalamku tidak ada, dan sempat aku
melihat dari pintu kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar,
kutemukan kedua benda itu tergeletak di lantai kamarku. Kini Wawan
menuruni tangga, rupanya hendak mengajak rekannya kemarin untuk bersama
sama menikmati tubuhku.
Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex seperti ini,
bagaimana aku konsentrasi di sekolah? Tapi aku tak kuasa menolak
kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap
langkahnya di tangga membuat penisnya memompa vaginaku, dan aku orgasme
ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya
membasahi paha Wawan, yang terlihat senang senang saja. Akhirnya ia
membawaku ke kamar tidur pembantu laki laki di rumahku, dimana pak
Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas tersengal sengal karena
sodokan Wawan yang semakin gencar, aku yang menyadari akan segera
digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus putus
bercampur desahan dan lenguhan, “kalian… harus inghh… ingat… yaaah….
ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”.
Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu
ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah
Non…”. Suwito membelai pantatku dan melanjutkan “aduh non, kalau begini
non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik
nona kita ini ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke
belakang telingaku dan menimpali, “Kita ini benar benar beruntung bisa
kerja di sini. Di mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non
Eliza ini.. seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau
begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja sampai tua di
sini”.
Mereka tertawa senang sementara aku yang antara malu bercampur
terangsang, tak bisa menanggapi gurauan mereka, karena Wawan sudah
melanjutkan pompaan penisnya yang sekeras batangan besi itu, membuatku
menggeliat dan melenguh dalam pelukannya. “Nggggh..
Waaan….aduuuh….emmpph”, Wawan memagutku dengan buas, hingga aku tak bisa
lagi bebas melenguh. Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya
masing masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku,
sementara pak Arifin membelai belai rambutku yang panjang sampai
sepunggung ini, sambil menghirup bau harum rambutku.
Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang sekaligus seperti ini,
membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, sampai akhirnya
datanglah saat saat yang paling nikmat itu, aku kembali mendapatkan
multi orgasme. “Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku
saat tubuhku terlonjak lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan
membanjir. Betisku melejang lejang, pinggangku tertekuk ke belakang
ketika aku menikmati orgasmeku dengan total. Tubuhku pasti sudah jatuh
kalau tak ditahan Suwito dan pak Arifin, yang memanfaatkan kesempatan
itu untuk menyusu pada payudaraku sambil meremas remas dengan gemas,
membuat orgasmeku yang susul menyusul ini makin terasa nikmat. Dentang
grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku menunjukkan sekarang
ini adalah jam 09:00!
Oh… entahlah, mungkin sudah sejam kali aku digenjot Wawan, kalau
ditambah dengan waktu aku masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan
sex, membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit setelah aku
orgasme, Wawan tak tahan lagi. “Oooh… mem*knya non Eliza ini…. rasanya
kont*lku kayak diurut urut… sudah 3 menit… aaah… “, erangnya sambil
menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Aku memejamkan mata ingin
menikmati sepuas puasnya rasa hangat yang memenuhi relung relung
vaginaku. Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka,
dan penis Wawan sudah terlepas dari vaginaku.
Aku membuka mataku, untuk melihat giliran siapa berikutnya.
Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya Suwito, yang sudah
mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan penisnya ke
dalam vaginaku yang masih sangat basah oleh cairan cintaku dan sperma
Wawan.Aku hanya bisa menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang
dengan penuh semangat menggenjotku sepuas puasnya. Pak Arifin masih
memainkan rambutku, yang menurutnya sangat indah. Tiba tiba aku teringat
penis Wawan yang pasti masih belepotan sperma yang bercampur cairan
cintaku. Entah apa yang mendorongku, tapi aku hampir tak bisa
mempercayai bahwa itu adalah suaraku sendiri ketika aku memanggil Wawan,
“Wan, sini aku oralin bentar”.
Wawan yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak
perlu kuminta dua kali, ia segera bangkit mendekatiku dan menyodorkan
penisnya untuk kuoral, dan tanpa malu malu aku memegang penis yang sudah
mengendur itu, kukulum kulum dan kuseruput hingga pipiku terlihat
kempot, sampai tak ada sperma yang tersisa, sementara Wawan melenguh
lenguh keenakan. Benar benar edan! Bagaimana mungkin aku bisa seliar
ini? Bahkan aku merasa sperma itu begitu enak dan gurih, apakah ini
karena aku mulai ketagihan minum sperma?
Mungkin saja, karena kini aku sudah tak sabar lagi menunggu
Suwito orgasme, karena aku ingin segera menjilati dan menyedot sperma
lagi. Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai bersih, aku segera
menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan Suwito, dan benar
saja, tak sampai 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin aku memintanya
keluar di mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena tadi Wawan
sudah keluar di dalam. Maka aku diam saja, membiarkan Suwito memuaskan
hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Setelah
kurasakan tak ada semprotan lagi, aku segera mendorong tubuhnya sampai
penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku, dan buru buru aku
berkata, ”To, cepat sini…”. Suwito pun segera menghampiriku, membenamkan
penisnya ke mulutku, dan aku segera menyedot nyedot dengan memejamkan
mataku, merasakan tetes demi tetes sperma yang teroleskan di lidahku.
Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.
Pak Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat
kembali, sambil membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak
terlalu memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba
tiba, aku melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan karena merasakan
nikmat pada selangkanganku. Tak apa apa, toh penis Suwito sudah bersih.
Tapi bukan itu yang harus kupikirkan, maka aku melihat ada apa dengan
selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma
yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan
ditadahi dengan piring kecil tadi. Aku hanya diam menahan nikmat, ketika
sendok kecil itu mengorek ngorek vaginaku dengan lembut, seolah
menyendoki cairan cintaku dan sperma sperma dari Wawan dan Suwito.
Setelah cukup lama, mungkin setelah vaginaku sudah tak terlalu becek
lagi, pak Arifin berkata, “Non Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju
mau ya?”.
Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan, dan pak Arifin mulai
menyuapiku dengan lembut seperti menyuapi anaknya yang sedang sakit.
Kembali aku merasakan sperma yang bercampur cairan cinta. Suapan demi
suapan cairan yang gurih dan nikmat ini membuat aku tak begitu lapar
lagi meskipun aku ingat aku belum makan pagi. Setelah jatahku habis, pak
Arifin mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya, “Non Eliza, non mau
nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut non?”. Aku
mengangguk senang, kemudian melebarkan selangkanganku selebar lebarnya,
karena aku ingat penis pak Arifin ini berukuran raksasa. Kurasakan penis
itu sudah mulai melesak sedikit, dan gairahku langsung naik cepat.
Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada payudaraku dengan remasan
remasan kecil.
“Aduh… oooh…”, erangku antara sakit dan nikmat. Tetap saja ada
rasa sakit yang melanda vaginaku, karena ukuran penis pak Arifin sangat
besar. Tapi kini aku bisa lebih cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi
genjotan sopirku ini. setelah rasa sakit itu lenyap, aku mulai mendesah
dan melenguh keenakan. Penis itu seolah menancap begitu erat, sehingga
ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku yang menjepit
penisnya ikut tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit. Namun ketika
penis itu menghunjam, rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging
keras yang besar hingga sesak sekali. Tak sekeras punya Wawan memang,
tapi masih keras untuk ukuran orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras
untuk membuat aku serasa melayang ke awang awing. Rasa nikmat ini
akhirnya membuat aku orgasme, kembali kakiku melejang lejang membuat
jepitan vaginaku pada penis pak Arifin makin erat, dan ini membuat pak
Arifin kelabakan, penisnya berkedut kedut. Ia segera menarik penisnya
lepas dari vaginaku dengan tergesa gesa, dan segera membenamkan penisnya
dalam mulutku.
Segera semprotan spermanya yang juga terasa asin dan gurih,
membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan
mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi
setelah sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri. Mereka bertiga
akhirnya duduk mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang
paling duluan pulih, namun sesuai janji mereka, ini hanya satu ronde.
Tiba tiba Sulikah datang terburu buru sambil membawa celana dalam dan
celana panjang satin pasangan baju tidurku. “Non, kakaknya non sudah
pulang. Cepetan non, pakai ini dan kembali ke kamar non”, seru Sulikah
agak panik. Aku juga ikut panik, segera memakai celana dalam dan celana
panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain juga segera
memakai bajunya masing masing, kemudian segera keluar dari kamar tempat
kami pesta sex barusan, seolah olah sedang bekerja seperti biasa.
Untung Sulikah memberitahu tepat pada waktunya, aku sudah di
dalam ruang makan ketika kudengar deru mesin mobil kokokku di garasi.
Rupanya dosen yang mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak datang. Aku
naik tangga dengan jantung berdegup kencang, akhirnya sampai juga aku ke
dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, pasti Sulikah yang merapikan.
Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam 09:30. Dan aku segera masuk ke
kamar mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat 3 orang
tadi, juga vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat.
Mungkin karena cuma 1 ronde, tubuhku tak terlalu lelah. Selesai
mandi, aku mengeringkan tubuhku sambil memastikan tak ada tanda tanda
aku baru saja bermain sex dengan mereka. Lalu aku memakai baju santai,
dan turun ke ruang makan. Di sana sudah menunggu kokoku, yang membawakan
aku nasi campur di dekat sekolahnya, kesukaanku. Yah, kebetulan deh.
Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma dari mereka bertiga tadi.
Aku memeluk kokoku senang, dan berkata, “thank you ya kokoku yang baik”.
Kokoku tertawa dan menggodaku, “Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan
aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”. Aku memukul lengannya manja, lalu
kami makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa akhirnya
selesai juga kami makan.
Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin main komputer. Aku juga
kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang sudah jam
10, aku biasanya berangkat jam 11:30. masih ada satu setengah jam lagi,
aku menyiapkan seragamku, putih abu abu. Juga tas sekolahku, yang
membuatku teringat tentang obat perangsang itu. Lalu aku menyisir
rambutku rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku
menelepon temanku, dan kami ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku
harus berangkat. Setelah berpamitan, aku mengenakan seragam sekolahku,
lalu berpamitan pada kokoku, dan turun ke garasi.
Seperti biasanya, pak Arifin menawarkan diri untuk mengantarku,
tapi kutolak halus karena aku ingin menyetir mobil sendiri. Dalam
perjalanan, aku mengingat ingat kejadian pagi ini, dan membayangkan
besok aku harus melayani mereka bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi
sampai siang. Hmm, sarapan sex tiap pagi sebelum ke sekolah? aku
menggelengkan kepala tak habis pikir, bisa bisanya ada pembantu plus
sopir yang memakai tubuh anak majikannya. Entahlah, yang lebih gila
lagi, anak majikannya ini tak merasa keberatan alias cewek bispak gitu
loh.
0 comments:
Post a Comment